Mittwoch, Juni 09, 2004

Indonesia butuh orang jujur, cerdas, berani dan inovatif

Terima kasih tanggapan dari Fajar Siswandaru mengenai tulisan saya dengan judul: Andaikan dana pemilu 2004 untuk beasiswa PhD. Sangat menarik untuk dicermati dan ditelaah buah pemikiran/tanggapannya. Semoga harapan kita menjadi Indonesia lebih baik diberikan jalan dan titik terang oleh Allah SWT, amin. Tulisan lengkapnya bitte...


Oleh Fajar Siswandaru
Daripada dipakai untuk biaya 'scholarship' (biar gaya dikit, dipandang intelek pake bhs inggris:) PhD 'abroad', lebih baik untuk 'scholarship' SD, SMP dan SMA di dalam negeri. Lagi pula Indonesia TIDAK BUTUH banyak PhD lulusan luar negeri. Indonesia SANGAT BUTUH orang yang jujur, cerdas, berani, inovatif, kreatif dan 'mau berkeringat'. Apabila melihat profil 'founder' perusahaan² top dunia semisal Intel, Microsoft, Ford dst, mereka adalah orang2 yang cerdas, inovatif, 'mau berkeringat' dan berani mengambil risiko. Sebagai catatan Mr Bill Gates dari Microsoft saja tidak lulus Harvardnya. Manusia - manusia tipikal seperti itulah yang sangat dibutuhkan oleh negeri ini. (Kebetulan profil Capres kita ARSIS ini memang sangat memenuhi semua kriteria diatas.. he he)

Lalu apa gunanya kita mempunyai banyak orang yang berpendidikan namun setelah lulus 'nganggur'? Jangan lupa proses pembelajaran yang 'masif' adalah terjadi pada dunia profesional / kerja. Di situlah biasanya kita menyadari bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang bersekat-sekat namun sangat berkaitan erat antara satu dan lainnya. Pemahaman akan satu bidang ilmu saja kadang akan membuat kita menjadi orang yang 'kerdil' karena tidak mampu menghadirkan pemahaman 'holistik' akan suatu fenomena / masalah.

Secara perlahan, beasiswa untuk PhD di luar negeri (yang diberikan oleh pemerintah) harus mulai dikurangi dengan cara meningkatkan mutu pendidikan tinggi di tanah air. Dan juga mutu pendidikan menengah dan 'elementary' tentunya. Sukur - sukur akhirnya malah negara – negara tetangga semisal Malaysia, Singapura dll yang akhirnya mengirimkan pelajarnya untuk belajar di sini. (Seperti tahun 70-an)

Satu hal lagi yang harus dirubah adalah metoda pendidikan dan budaya. Pertama, budaya kita yang unsur feodalistik nya masih kental (Senior-Yunior, Guru-Murid, Orang tua - Orang muda) menghadirkan pola pendidikan 'doktriner' yang menafikan diskusi. Kebenaran adalah satu, kita tidak terbiasa dengan pandangan baru atau yang berbeda. Seorang anak yang terlalu banyak bertanya atau berpendapat biasanya dicap sebagai 'pembangkang', 'usil' dan cap-cap buruk lainnya. Sebaliknya anak yang tidak pernah mempunyai pendapat sendiri ataupun inisiatif untuk bertanya dicap baik sebagai anak 'manis', 'penurut' dst.

Kedua, budaya rendah diri (Soekarno bilang budaya 'inlander') harus dibabat habis. Budaya tsb mengakibatkan kita hanya 'nrimo' ketika dikatakan 'bodoh', 'tidak mampu', 'berpendidikan rendah', 'tidak intelek'. Dan memandang 'orang bule' atau hal - hal yang berbau 'luar negeri' sebagai sesuatu yang 'wah', 'hebat' dll. Percaya diri dan kebanggaan sebagai 'orang Indonesia' harus ditingkatkan. Untuk hal ini salut kepada Soekarno dan SYH yang cuma 'produk lokal' (ITB thok) namun prestasinya fenomenal. Soekarno malah mempunyai prestasi 'fenomenal' secara 'internasional'. (Mudah-mudahan SYH juga bisa 'go international' kalau beliau terpilih jadi wapres nanti).

Ketiga, budaya baca kita masih rendah. Buku adalah media yang efisien untuk pembelajaran dan pendidikan. Melalui buku seseorang dapat mempelajari berbagai macam topik ilmu tanpa memandang usia, tingkat pendidikan, spesialisasi, profesi dll. Buku dapat menjadi media yang sangat baik untuk meningkatkan 'skill' dan 'wawasan' bagi manusia yang usia sekolahnya telah lewat (30 tahun ke atas).

Sedihnya saya belum mendengar satu capres pun yang mempunyai program 'perpustakaan rakyat'. Buku akhirnya menjadi hal yang 'eksklusif' dan 'mahal' karena tidak tersedia secara mudah dan murah bagi rakyat di pedesaan maupun perkotaan. (Berbeda jauh dengan kondisi di Inggris dan bahkan Singapura dimana mereka mempunyai jaringan perpustakaan
rakyat yang sangat baik sekali).

Jadi sekalian saya nitip usul, kalo ARSIS terpilih dan anggaran pendidikan bisa ditingkatkan, fokus peningkatan pendidikan jangan hanya terpaku pada pembangunan fisik sekolah SD, SMP, SMA atau peningkatan guru. Perlu dibangun juga 'network of public libraries' yang lengkap, nyaman dan murah bagi penduduk desa dan kota di seantero nusantara ini. Dan jangan lupa buku-buku tsb jangan dibajak / difotokopi untuk alasan apapun, hak pengarang dan penerbit perlu dilindungi oleh pemerintah dengan membelinya secara sah dan legal.

As. Wr. Wb.
Fajar Siswandaru
Indonesia